Perbedaan SKP IDI dan Kemenkes

Perbedaan SKP IDI dan Kemenkes

Berikut ini perbedaan SKP IDI dan Kemenkes yang dirangkum oleh website https://idiburmeso.orgSKP bagi dokter merupakan salah satu persyaratan penting  yang harus dipenuhi sebagai tenaga profesional medis di Indonesia. Dalam prosesnya SKP saat ini telah mengalami peralihan dari SKP IDI ke SKP Kemenkes.

Untuk memudahkan Anda memahami SKP tersebut berikut adalah penjelasannya secara lengkap.

Perbedaan SKP IDI dan Kemenkes Secara Lengkap

1. Pengelola

Perbedaan pertama antara Satuan Kredit Profesi (SKP) dokter dari IDI dan Kemenkes terlihat dari pihak pengelolanya. Di mana SKP IDI adalah versi lama sebelum akhirnya diambil alih oleh Kementerian Kesehatan.

Dulunya IDI sebagai organisasi dokter Indonesia bertanggung jawab dalam proses penyelenggaraan SKP. Di sini para tenaga medis diwajibkan memenuhi berbagai kualifikasi, untuk memperoleh SKP tersebut.

Ada banyak sekali kegiatan yang menjadi penilaian bagi dokter, untuk memperoleh SKP nantinya. Beberapa kegiatan tersebut mencakup pelayanan klinis dan non klinis serta pembelajaran medis lainnya.

Sementara itu SKP Kemenkes merupakan versi terbaru, yang bisa dikonversi dari SKP IDI ketika masa aktifnya masih berlaku. SKP ini juga menjadi acuan bagi dokter agar bisa melanjutkan praktik di bidang kesehatan.

2. Jumlah SKP

IDI memiliki ketentuan jumlah satuan kredit profesi yang harus diperoleh guna menentukan standar kompetensi masing-masing tenaga medis. Di mana setiap tenaga medis memiliki ketentuan berbeda tergantung spesialisasinya.

Dokter umum diwajibkan mencapai 55-65 SKP dalam satu tahun. Sedangkan untuk dokter spesialis perlu mengumpulkan 250 SKP guna memperpanjang STR. Sementara itu SKP Kemenkes saat ini menetapkan jumlah SKP lebih rendah bagi tenaga dokter.

Dokter yang ingin memperpanjang SKP perlu memenuhi 50 SKP per tahun. Meski sebenarnya angka tersebut cukup membuat kontroversi diantara tenaga medis di Indonesia.

3. Proses Akreditasi

SKP IDI diperoleh melalui sistem yang terstruktur serta berdasarkan pada berbagai kegaitan. Di mana dokter diwajibkan mengikuti berbagai kegiatan sebagai salah satu syarat memperoleh SKP.

Di sisi lain SKP kemenkes dinilai memiliki sistem validasi serta akreditas kurang efisien. Salah satunya dari banyaknya kegiatan, yang tidak disesuaikan terhadap jumlah SKP. Bahkan banyak dokter mengalami kesulitan ketika melakukan unggah bukti melalui sistem onlilne Kemenkes.

Perbedaan SKP IDI dan Kemenkes secara umum terletak dari pengelolaannya. Dalam hal ini proses perubahan tersebut juga menjadi tantangan tersendiri bagi dokter di Indonesia. Meski pada awalnya hal tersebut bertujuan menyederhanakan dan menyeragamkan metode penetapan SKP.